Saturday, March 17, 2007

Sekilas tentang Pumita

Kondisi bangsa Indonesia sejak tahun 1997 hingga sekarang masih saja diliputi oleh permasalahan ‘multidimesial’ yang diawali dengan permasalahn gejolak politik yang berimbas pada keterpurukan bidang ekonomi. Kondisi inilah yang menyebabkan rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang salah satu indikasinya adalah membengkaknya jumlah pengangguran yang disertai dengan semakin meningkatnya kelompok miskin bahkan berada di bawah garis kemiskinan.Salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut maka pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri (TKI) yang salah satu tujuannya adalah Negara Korea Selatan sejak tahun 1995.Korea Selatan adalah sebuah Negara yang sedang berkembang menjadi Negara maju yang berorientasi pada industri. Hal ini tentunya sangat memerlukan banyak tenaga kerja dari Negara berkembang semisal Indonesia, Cina, Pilipina, Pakistan, Banglades, Vietnam dan lain-lain, karena terbatasnya sumber tenaga kerja di Korea Selatan. Kebudayaan masyarakat Korea Selatan yang menganut faham kebebasan yang permisif (serba boleh) dengan tanpa terikat pada norma-norma agama mereka mengukur sesuatu tidak berdasar norma agama tetapi norma untung-rugi. Kalau boleh dikatakan, uang adalah sebagai Tuhan mereka, mereka akan makan dan minum tanpa dibatasi oleh larangan asal suka dan mampu beli. Budaya makan babi dan minum alcohol (soju, bir, makolli, dan lain-lain) menjadi kebiasaan sehari ditambah lagi dengan kebebasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan semakin menambah sempurnahlah kebebasan hidup di Korea Selatan.Kondisi realita yang sangat jauh dari nilai-nilai agama ini (terutama agama Islam) ternyata sengat mempengaruhi perilaku para pekerja Indonesia yang kebanyakan beragama Islam, mereka larut dalam gaya kehidupan masyarakat Korea. Tentu saja realita ini sangat memprihatinkan sekali karena mereka melakukannya dengan sadar atau tidak telah merusak akhlak dan mental serta jasmani seorang warga Indonesia yang notabene muslim.Kebiasaan hidup masyarakat Korea ini ternyata membuat trauma masyarakat Indonesia terutama yang mempunyai komitmen agama yang kuat. Mereka berusaha untuk tidak larut dalam kehidupan pemisif di Korea dan membentuk kelompok kecil untuk mengukuhkan pendirian dan keimanan mereka. Pumita, salah satu organisasi Islam yang didirikan dengan latar belakang untuk membetengi diri dan keimanan, pada awal berdirinya diilhami dengan berdirinya kelompok-kelompok kecil pengajian yasinan di Busan dan daerah sekitar nya, antara lain daerah Muji kemal, Simpyeong, Hadan, Onjeonjang, Noksan, Yeogdo, Kimhe, Sasang, Yangsan dan lain-lain. Walaupun kurang efektif karena keterbatasan waktu dan sarana ternyata kelompok-kelompok pengajian ini mampu memberikan siraman rohani bagi para anggotanya, sehingga sedikit banyak bisa meredam gejolak kebebasan di Busan, Korea.Hal lain yang mendasari berdirinya Pumita adalah kerinduan akan nuansa Islami selama tinggal dan hidup di Kore. Pada saat itu, bula Ramadhan tahun 2001, datanglah seorang laki-laki yang bernama Syafrudin, berasal dari Indramayu, Jawa barat ke masjid Al Fatah, Busan. Dia sengaja meniatkan diri untuk tinggal di masjid selama satu bulan Ramadhan penuh. Didasari kerinduan akan nuansa keislaman selama bulan Ramadhan, dia disambut dan diterima dengan baik oleh pengurus masjid yang bernama Zubeir Lee Dong-Ha, yang juga kebetulan menjabat sebagai sekretaris Korean Moslem Federation (KMF) cabang Busan. Kepada Syfrudin, Mr Lee ini selalu menanyakan bagaimana perihal orang-orang Indoesia yang sering ke masjid seperti saudara Kadek (asal Kediri, Jawa timur), Zuswan (Malang, Jawa Timur), Damas (Banjarnegara, Jawa Tengah) dan Taufan (Jakarta). Beliau, Mr Lee ini selalu memberi motivasi kepada mereka untuk selalu mengajak orang-orang Indonesia pegi ke masjid dalam rangka memakmurkannya dengan berbagai aktifitas keagamaan. Menurut beliau, masjid yang sangat bagus dan megah ini jika tidak ada yang memakmurkanya sangat disayangkan sekali dan bagaimana menunjukkan syiar Islam kepada orang-ornag Korea jika tidak ada yang memakmurkan masjid.Pada tanggal 19 Agustus 2001, selepas dzhuhur bertempat di ruang utama masjid al Fatah Busan,Selayang pandang kondisi Korea SelatanKondisi sosial dan kulturalKorea Selatan merupakan salah satu negara di Asia yang menganut sistem kebebasan. Tidak ada satu norma agama yang menjadi standar dalam kehidupan, mereka bebas melakukan apa saja selama tidak merugikan orang lain. Kebebasan ini tercermin dalam bentuk kebijakan Negara sehingga pemerintah memberikan kebebasan penuh kepada rakyatnya untuk memeluk agama atau bahkan tidak sama sekali. Kondisi ini otomatis berimbas pada tingkah laku keseharian, dimana masyarakat Korea Selatan lebih mengedepankan kesenangan yang bersifat lahiriah dan materialis daripada nilai hukum religius.Realita Muslim di Korea SelatanPeringkat prosentase agama paling bawah yang ditempati oleh agama Islam di Korea otomatis memberikan dampak sikap tertutup alias tidak menampakkan jati diri keislamannya. Walaupun data sebenarnya di Kedutaan Besar menunjukkan bahwa sekitar 30.000 orang penganut agama Islam di Korea. Tetapi dari 30.000 orang tersebut ternyata hanya identitas saja dan sangat jarang datang ke tempat ibadah (masjid).Menurut data dari Korean Moslem Federation (KMF) menunjukkan dari sekitar 30.000 muslim tersebut hanya 500 orang yang mengenal Islam. Dari jumlah 500 tersebut hanya sekitar 200 orang yang mau menjalankan ibadah secara aktif. Jumlah yang sangat rendah ini berdampak pada jarangnya ditemui warga asli Korea yang datang ke masjid, padahal di Korea Selatan saat ini sudah berdiri 7 buah masjid dan beberapa Islamic Center yaitu:1. Seoul Central Masjid, Hannam-dong, Yongsan-gu, Seoul.2. Busan al-Fattaah Masjid, Namsan-dong, Kumjong-gu, Busan.3. Abu Bakr as-Shiddiq Masjid, Inhu-dong, Duk Jin-gu, Chonju.4. Anyang Rabita Masjid, Anyang-dong, Kyunggi-do, Anyang.5. Kwangju Masjid, Yeokri Kongju, Kwangju-gu, Kwangju.6. Cheju Masjid, Daelim Apt, Yongdong, Cheju.7. Machon Masjid, Machon-dong, shongpa-gu, Seoul.8. Jamia Masjid Usman Islamic Center, Chuk Chan-dong, Daegu.9. Ansan Islamic Center, Kyonggi-do, Danwan-gu, Ansan City.10. Gwangju Islamic Center, Wolgae-dong, Gwangsan-gu, Gwangju City.11. Sayyidina Bilal Islamic Center, Kongdan Sangga, Naedong, Changwon.Realita Muslim Indonesia di Korea SelatanPola kehidupan masyarakat Korea yang menganut faham kebebasan dengan tanpa batas norma salah satu agama otomatis sangat bertentangan dengan norma yang diikuti oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.Gaya kehidupan masyarakat Korea yang bebas ini mempengaruhi masyarakat Indonesia yang tinggal di Korea. Apa yang kelihatannya modern dengan begitu saja diikuti padahal itu jelas bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat Indonesia. Salah satu contoh sederhana adalah kebiasaan minum minuman keras, mode pakaian yang menonjolkan aurat, memakai anting bagi pria bahkan sampai pada perbuatan free sex sudah melanda masyarakat Indonesia di Korea. Kondisi ini apabila dibiarkan akan menjadi kebiasaan bahkan sampai kembali ke Indonesia nanti.Tujuan awal pengiriman tenaga kerja ke Korea adalah untuk mengikuti training atau pelatihan Industri sehingga diharapkan masyarakat Indonesia yang sudah dikirim akan mempunyai keterampilan serta etos kerja maupun kedisplinan yang tinggi sebagaimana masyarakat Korea yang sudah bisa membawa negaranya menjadi salah satu Negara yang diperhitungkan di bidang industri.Dakwah di KoreaKemajuan Korea Selatan dalam bidang teknologi dan industri di kawasan Asia dalam beberapa dekade terakhir ini telah membuka peluang datangnya warga dari negara-negara lain untuk ikut merasakan kemajuan yang telah mereka rasakan, tak terkecuali Indonesia. Di satu sisi kemajuan di bidang pendidikan dan teknologi yang telah dicapai telah menarik datangnya para pelajar untuk menuntut ilmu di bidangnya masing-masing, sementara kemajuan di bidang industri yang notabene memerlukan tambahan tenaga kerja menjadi magnet bagi warga negara Indonesia untuk bekerja dan mengadu nasib di negeri ini. Jumlah warga negara Indonesia yang tinggal di Korea Selatan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data dari Pemilu 2004 tercatat sekitar 19.000 orang warga negara